Jumat, 27 Januari 2017

Riuhnya Teriakan tanpa Suara. Kondisi Media Informasi Masa Kini?

Pernahkah ada yang meneliti tentang apa yang dirasakan sebelum, selama dan setelah menonton televisi akhir-akhir ini? 

Saya pikir hal yang saya rasa hampir sama ketika kita melihat media sosial. Hati serasa ampur aduk. Selalu muncul berita atau informasi yang membesarkan hati atau sepaham dengan kita, namun bersamaan juga muncul informasi yang berlawanan dan membuat jadi hati tidak enak. Semua itu muncul bukan dari sesuatu yang asing, yaitu kebanyakan orang-orang yang sebelumnya dekat juga, karena medsos.

Sumber Gambar: menara62.com

Dunia menjadi semakin tidak ada batas dan isi kepala seolah-olah terbelah dan menjadi gamblang. Sangat mudah sekali untuk bisa menilai orang dari sekian banyak aktivitas yang dilakukannya di medsos dalam batasan mengenai sikap dan perkataan yang dilontarkannya. semakin menepi dan saling membuat kotak masing-masing. 

Celakanya banyak di antara mereka yang malas berpikir lebih dalam dan malas untuk mencari tau sesuatu yang mendasar dalam hidup ini yakni kebenaran. Karena dasar yang utama tadi tidak kokoh maka yang seharusnya menjadi penonton yang baik berubah menjadi suporter yang membela mati-matian apa yang menjadi opininya tanpa pandang benar atau salah. 

Celakanya lagi ada orang yang pada akhirnya mulai berpikir dalam tetapi karena gengsi kemudian dia menumbalkan akal sehatnya.

Namun di samping semua yang terjadi di dunia maya dan di dunia media ini coba kita tengok pasar-pasar, kampung-kampung, sawah-sawah, desa-desa, toko-toko, semuanya masih berjalan seperti biasanya. Semua orang masih bekerja pada bidangnya dengan semangat. Tetapi mungkin sesekali kita harus melirik media sejenak, siapa tau ada tempat di ujung sana yang sedang terjadi bencana, karena kita sadar bahwa pandangan kita tak sejauh itu dan langkah kita tak selebar itu. 

Dunia adalah tempat dari dualisme makhluk dan keberadaan keduanya adalah sebuah keniscayaan. Dari sejak dunia tercipta sampai hancur luluh lantak kembali ke penciptanya maka dualisme akan selalu ada. Semuanya terus bergerak  menuju keseimbangannya. 

Jika hitam terlalu banyak maka putih akan bergerak membabat sang hitam. Sebaliknya juga hingga semuanya hanya berputar di situ-situ saja. Seperti di sosmed ada hater ada fan boy di tengah-tengahnya ada buzzer yang bisa nempok di fan boy dan hater hanya untuk memanfaatkan uangnya saja. Mereka-mereka yang profesional yang sayangnya tidak memiliki batas antara negatif dan positif.


Rabu, 18 Januari 2017

Analogi Kepala yang Tepat itu Seperti Gelas apa Jamban?

Masih tidak bisa masuk dalam nalar saya bahwa hal yang terjadi di dalam kepala kita dianalogikan dengan sebuah gelas yang diisi air. Katanya jika sudah penuh maka akan sia-sia jika dialiri karena pasti akan meluber terbuang sia-sia. 

Analogi itu sangat tidak masuk akal. Bayangkan otak manusia sekompleks dan sebesar ini daya tampungnya disamakan dengan sebuah gelas atau teko. Gelas yang sekecil itu diminum beberapa teguk sudah kosong, lantas apakah otak kita kosong seketika setelah digunakan isinya?

Bagaimana dengan jamban? Jeding, toilet, kloset, wese atau julukannya yang lain. Analogi ini sangat cocok sekali menurut saya. Cuma orang mungkin tidak terima jika sistem dalam kepalanya itu diibaratkan sebagai tempat penampungan kotoran alias kloset. 

Sumber Gambar: Sebastian-Kaulitzki-Shutterstock

Coba bayangkan saja setiap pagi kita isi. Tempat yang sekecil itu, sesempit itu diisi oleh kita, ayah kita, ibu kita, saudara kita dan mungkin juga tetangga kita kalo kloset mereka sedang ngadat. Sistem aliran jeding ini sungguh bagus. Dalam wese yang sekecil itu ternyata terdapat saluran menuju penampungan. Semakin bagus perancangannya maka penampungannya tidak hanya satu melainkan ada lebih dari satu. 

Bisa disearch di gogel contoh perancangannya. Tidak hanya ada saluran untuk kotoran dan air namun juga dilengkapi saluran udara, saluran keluarnya gas-gas yang dihasilkan oleh bakteri dan kawan-kawannya. Kalo cangkir bisa penuh dan melubar jika akan diisi lagi maka tidak dengan wese. Bisa membludak namun tidak akan penuh jika hanya diisi cairan ratusan galon. Air akan disaring oleh sistem filtrasinya kemudian terserap ke tanah manjadi air yang bersih yang bisa dimanfaatkan kembali untuk kehidupan makhluk di atasnya.

Kemungkinan meluber juga ada jika kotoran tinja manusia itu tidak dimasukkan sedikit demi sedikit alias langsung jrooot dikeluarkan semua. Yang terjadi adalah penumpukan feses di saluran masuk jeding, maka air tak bisa mengalir jadinya meluber dan tai-tai itu bisa menghiasi keindahan toilet. Makanya seperti informasi juga harus masuk ke otak kita sedikit demi sedikit. Tidak bisa kita paksakan masuk semua.

Informasi di jaman sekarang ini apakah tidak seperti feses? Sedemikian banyak orang yang tidak mengerti menyebarkan berita yang tidak mereka pahami lebih dalam. Lebih-lebih lagi orang yang hanya melihat judulnya lantas berkomentar dan berpendapat dengan ilmu yang dangkal. Alih-alih disaring bahkan lagsung mereka tenggak habis. 

Sama dengan meminum air tanah di samping sistem toilet yang tidak ada sistem filtrasinya? Dewasa ini penyebaran informasi begitu masif dan murah namun tetap saja kebanyakan orang kurang sabar dalam mengolah semua itu dan malas untuk menggukan akalnya. 

Apalagi dengan banyaknya hoax yang kaum  intelegensia pun ada yang tertipu, apalagi dengan mereka yang malas berpikir dan mencari tau lalu gemar sekali menyebarluaskan agar dalam batinnya bermanfaat bagi orang namun ternyata yang dibagikan adalah tai.

Senin, 02 Januari 2017

Cuci otak ala iklan televisi

Anulus, bukan anus yaa, adalah sebuah istilah yang saya dengar di media televisi. Ternyata tidak semua iklan hanya sekedar promosi produk yang tidak berarti apa-apa, namun ada juga yang bersifat edukatif. 

Tanpa sadar mendengar istilah anulus saya menjadi penasaran. Kalo di iklan itu dikatakan cincin anulus yakni bantalan tulang rawan yang berada pada tulang belakang yang fungsinya sangat vital untuk tegaknya tulang itu. Selain sebagai bantalan terhadap fleksibilitas tulang punggung namun juga penyusun tulang punggung agar kokoh. 

Sumber Gambar: Medanbisnisdaily.com

Mendengar tentang tulang rawan dan tulang punggung kita harus melihat jauh lagi dari segi medis, biologi dan kesehatan umum. Saya sekarang hanya ingin mengomentari tentang peran iklan di tv. 

Siapa yang tidak merasa bosan melihat televisi konvensional yang jika dilihat melalui berbagai macam acaranya akhir-akhir ini semakin penuh dengan tayangan sampah. Apalagi dengan badai iklannya yang kalo kita perhatikan lmembuat jadi lebih lama untuk waktu iklannya daripada acara utama. Ditambah lagi dengan programnya juga diiklankan berulang-ulang sampai jenuh sekali rasanya pandangan mata. Entah peduli kah atau tidak para pelaku televisi terhadap masyarakat namun cara seperti itu memang sebuah model brain wash. 

Kita diberikan sebuah informasi visual dan audio yang terus berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu hingga mau tidak mau info itu pasti akan menempel di otak kita tanpa kita kehendaki. Entah penting atau tidak penting, bagus atau buruk pokoknya semua informasi itu akan  melekat erat di benak kita. Lalu tanpa sadar dalam benak kita hanya akan muncul produk A sebagai produk yang paling realistis, paling baik sesuai padahal banyak produk yang lain yang lebih bagus. 

Dan bagian marketing lewat iklannya telah berhasil memenuhi target mereka untuk menempatkan produk mereka di benak kita. Setinggi apapun pendidikan orang kalo dijejali sebuah informasi terus menerus yang mengandung sebuah nilai maka orang akan pasti menilai sesuatu hal seperti apa nilai yang mereka tangkap. Kecuali bagi mereka yang mampu menolak semua informasi tersebut untuk bisa masuk ke dalam pikirannya menggunakan metode mental block. 

Kita mensetting sensor kita untuk membuat prioritas informasi yang masuk untuk segera diteruskan atau langsung diabaikan. Tetapi tidak semua orang menyadari hal ini, tidak semua orang sampai untuk berpikir demikian. Jadi saya kira cara-cara yang seperti ini masih sangat efektif bagi para marketing untuk mencapai target pasar mereka, namun dengan modal yang cukup besar pula pastinya untuk membuat jadi iklan tersebut sanggup untuk ditayangkan secara berulang-ulang. 

Saya kira sifat bijaksana seseorang itu bisa timbul ketika dia berada pada titik keseimbangan antara hatinya dan pikirannya. Pikiran yang seimbang, dengan memori yang bagus juga yang jelek, dia berada di tengah-tengahnya sehingg memiliki informasi yang cukup untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dampak yang baik dan dampak yang buruk. Dalam hatinya pun seimbang tidak terlalu lunak yang menyebabkan baper namun juga tidak terlalu keras yang menjadikannya berhati batu. 

Tetapi hati adalah sebuah tempat yang dekat dengan perut yang berarti nafsu. Nafsu adalah lekat dengan manusia. Dia ada dan harus dipenuhi karena berkaitan langsung dengan naluri badan manusia yang lekat dengan dunia yang membuatnya tidak bisa lepas dari hukum alam, hukum sebab akibat. Melepaskan nafsu untuk memenuhi segala hasratnya berarti membawa kepada kahancuran namun mengekangnya, memenjarakannya berarti bahwa merusak dirinya sendiri. 

Seimbang, berada di tengah-tengahnya. Memenuhi nafsu yang mutlak harus dipenuhi dan mengekang nafsu yang merusak. Hal ini lah tugas utama dari hati yang mendapat referensi dari  memori di akal. Tanpa keseimbangan ini kebijaksanaan mustahil didapatkan. 

Tanpa kebijaksanaan mustahil bagi seorang manusia untuk bisa mengontrol segala sensor yang ada pada dirinya untuk bisa menyaring segala macam informasi yang terpancar dari segala sisi kehidupan. Apalagi sekarang adalah jaman globalisasi, dimana informasi tersebar begitu bebas dan begitu masif. 

Segala macam informasi yang akan sangat berpengaruh pada diri manusia, pada akal pikirannya, pada hatinya dan pada nafsunya. Orang akan sangat mudah terkena brainwash bahwa produk mie instan yang enak adala mi A, karena setiap hari dia mendapat informasi bahwa mi A enak. Mi A adalah mie terlezat. Mie A adalah mie paling murah, paling mudah didapat, paling mudah diolah dan paling sehat. 

Semua tadi hanya informasi saja yang masuk, bukan barangnya yang masuk duluan. Tanpa sadar ujung-ujungnya akan tertanam dalam diri kita bahwa meman hanya mi A yang begitu. 

Saya pikir memang benar juga dan bahwa masalah ini pun berlaku untuk segala hal dalam kehidupan, termasuk dalam berteman. Awal hidup dalam lingkungan keluarga kata “bajingan” adalah sangat tabu. Informasi itu kita bawa sampai dewasa. Setelah dewasa kita berada di lingkungan kos, sebagai mahasiswa yang kuliah. Di sana kata “asu” “bajingan” adalah biasa. Awalnya memang kita merasa bahwa itu bukan kita dan kalimat itu tidak baik. Satu tahun, dua tahun tiga dan empat tahun kata tadi sudah melekat di otak kita hingga tidak sadar kita pernah keceplosan. 

Namun seiring waktu berjalan, semakin kita bertambah pengalaman dan ilmu, kita akan menyadari dan tahu bahwa kata "Bajingan" dan "Asu" memiliki makna sendiri ketika diucapkan oleh orang yang berbeda, dalam situasi berbeda dan intonasi yang berbeda. 

Bathara Karang dan Jenglot adalah Boneka Buhul

Wawasan Umum bathara karang Cerita umum yang berkembang di masyarakat mengenai jenglot atau bathara karang adalah orang sakti jaman dahulu, ...