Senin, 02 Januari 2017

Cuci otak ala iklan televisi

Anulus, bukan anus yaa, adalah sebuah istilah yang saya dengar di media televisi. Ternyata tidak semua iklan hanya sekedar promosi produk yang tidak berarti apa-apa, namun ada juga yang bersifat edukatif. 

Tanpa sadar mendengar istilah anulus saya menjadi penasaran. Kalo di iklan itu dikatakan cincin anulus yakni bantalan tulang rawan yang berada pada tulang belakang yang fungsinya sangat vital untuk tegaknya tulang itu. Selain sebagai bantalan terhadap fleksibilitas tulang punggung namun juga penyusun tulang punggung agar kokoh. 

Sumber Gambar: Medanbisnisdaily.com

Mendengar tentang tulang rawan dan tulang punggung kita harus melihat jauh lagi dari segi medis, biologi dan kesehatan umum. Saya sekarang hanya ingin mengomentari tentang peran iklan di tv. 

Siapa yang tidak merasa bosan melihat televisi konvensional yang jika dilihat melalui berbagai macam acaranya akhir-akhir ini semakin penuh dengan tayangan sampah. Apalagi dengan badai iklannya yang kalo kita perhatikan lmembuat jadi lebih lama untuk waktu iklannya daripada acara utama. Ditambah lagi dengan programnya juga diiklankan berulang-ulang sampai jenuh sekali rasanya pandangan mata. Entah peduli kah atau tidak para pelaku televisi terhadap masyarakat namun cara seperti itu memang sebuah model brain wash. 

Kita diberikan sebuah informasi visual dan audio yang terus berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu hingga mau tidak mau info itu pasti akan menempel di otak kita tanpa kita kehendaki. Entah penting atau tidak penting, bagus atau buruk pokoknya semua informasi itu akan  melekat erat di benak kita. Lalu tanpa sadar dalam benak kita hanya akan muncul produk A sebagai produk yang paling realistis, paling baik sesuai padahal banyak produk yang lain yang lebih bagus. 

Dan bagian marketing lewat iklannya telah berhasil memenuhi target mereka untuk menempatkan produk mereka di benak kita. Setinggi apapun pendidikan orang kalo dijejali sebuah informasi terus menerus yang mengandung sebuah nilai maka orang akan pasti menilai sesuatu hal seperti apa nilai yang mereka tangkap. Kecuali bagi mereka yang mampu menolak semua informasi tersebut untuk bisa masuk ke dalam pikirannya menggunakan metode mental block. 

Kita mensetting sensor kita untuk membuat prioritas informasi yang masuk untuk segera diteruskan atau langsung diabaikan. Tetapi tidak semua orang menyadari hal ini, tidak semua orang sampai untuk berpikir demikian. Jadi saya kira cara-cara yang seperti ini masih sangat efektif bagi para marketing untuk mencapai target pasar mereka, namun dengan modal yang cukup besar pula pastinya untuk membuat jadi iklan tersebut sanggup untuk ditayangkan secara berulang-ulang. 

Saya kira sifat bijaksana seseorang itu bisa timbul ketika dia berada pada titik keseimbangan antara hatinya dan pikirannya. Pikiran yang seimbang, dengan memori yang bagus juga yang jelek, dia berada di tengah-tengahnya sehingg memiliki informasi yang cukup untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dampak yang baik dan dampak yang buruk. Dalam hatinya pun seimbang tidak terlalu lunak yang menyebabkan baper namun juga tidak terlalu keras yang menjadikannya berhati batu. 

Tetapi hati adalah sebuah tempat yang dekat dengan perut yang berarti nafsu. Nafsu adalah lekat dengan manusia. Dia ada dan harus dipenuhi karena berkaitan langsung dengan naluri badan manusia yang lekat dengan dunia yang membuatnya tidak bisa lepas dari hukum alam, hukum sebab akibat. Melepaskan nafsu untuk memenuhi segala hasratnya berarti membawa kepada kahancuran namun mengekangnya, memenjarakannya berarti bahwa merusak dirinya sendiri. 

Seimbang, berada di tengah-tengahnya. Memenuhi nafsu yang mutlak harus dipenuhi dan mengekang nafsu yang merusak. Hal ini lah tugas utama dari hati yang mendapat referensi dari  memori di akal. Tanpa keseimbangan ini kebijaksanaan mustahil didapatkan. 

Tanpa kebijaksanaan mustahil bagi seorang manusia untuk bisa mengontrol segala sensor yang ada pada dirinya untuk bisa menyaring segala macam informasi yang terpancar dari segala sisi kehidupan. Apalagi sekarang adalah jaman globalisasi, dimana informasi tersebar begitu bebas dan begitu masif. 

Segala macam informasi yang akan sangat berpengaruh pada diri manusia, pada akal pikirannya, pada hatinya dan pada nafsunya. Orang akan sangat mudah terkena brainwash bahwa produk mie instan yang enak adala mi A, karena setiap hari dia mendapat informasi bahwa mi A enak. Mi A adalah mie terlezat. Mie A adalah mie paling murah, paling mudah didapat, paling mudah diolah dan paling sehat. 

Semua tadi hanya informasi saja yang masuk, bukan barangnya yang masuk duluan. Tanpa sadar ujung-ujungnya akan tertanam dalam diri kita bahwa meman hanya mi A yang begitu. 

Saya pikir memang benar juga dan bahwa masalah ini pun berlaku untuk segala hal dalam kehidupan, termasuk dalam berteman. Awal hidup dalam lingkungan keluarga kata “bajingan” adalah sangat tabu. Informasi itu kita bawa sampai dewasa. Setelah dewasa kita berada di lingkungan kos, sebagai mahasiswa yang kuliah. Di sana kata “asu” “bajingan” adalah biasa. Awalnya memang kita merasa bahwa itu bukan kita dan kalimat itu tidak baik. Satu tahun, dua tahun tiga dan empat tahun kata tadi sudah melekat di otak kita hingga tidak sadar kita pernah keceplosan. 

Namun seiring waktu berjalan, semakin kita bertambah pengalaman dan ilmu, kita akan menyadari dan tahu bahwa kata "Bajingan" dan "Asu" memiliki makna sendiri ketika diucapkan oleh orang yang berbeda, dalam situasi berbeda dan intonasi yang berbeda. 

Senin, 26 Desember 2016

Haruskah Mengucapkan Selamat Natal Wahai Temanku Umat Nasrani?

Tahun lalu saya sempat mengutarakan sebuah alasan kepada seorang teman yang beragama katolik tentang bahwa saya tidak mengucapkan dan tidak akan mengucapkan selamat natal. Saat itu saya berkata bahwa saya pun tidak pernah mengucapkan selamat lebaran kepada saudara atau teman yang sesama muslim, apalagi selamat natal. 
Sumber Gambar: lifestyle.kompas.com
Toleransi bagi saya adalah membiarkan orang lain untuk mendapat hak nya tanpa perlu kita ikut campur.

Kalo kita tilik lebih dalam lagi sebenarnya apa sih makna dari ucapan selamat itu? Apakah hanya sebatas basa-basi saja? Kalo iya basa-basi berarti kita hanya melakukan omong kosong. 

Sah-sah saja sebenarnya seseorang mau ber basa-basi, melakukan segala omong kosongnya untuk menunjukkan bahwa dia adalah orang yang toleran, katanya. Cuma yang menjadi pertimbangan saya adalah bahwa ketika saya melakukan omong kosong ada sesuatu dalam hati yang berlawanan. Lalu kemudian saya berpikir bahwa ini kog seperti sebuah kemunafikan saja, lain di mulut lain di hati. 

Saya kemudian sampai sekarang agak sedikit jarang berbasa-basi dan sangat tidak nyaman sekali jika terpaksa melakukan hal itu.

Ucapan selamat menurut saya adalah sebuah doa atau sebuah harapan yang intinya agar selamat atau agar Tuhan memberikan selamat kepada yang kita mintai selamat. Mengucapkan selamat natal, selamat lebaran sebenarnya siapa yang diselamati? Apakah lebarannya? natalnya? atau kah orang-orang yang sedang menjalani keduanya? atau kah semuanya kegiatannya dan orang-orangnya? 

Kalo pun didoakan selamat orangnya, selamat dari apa? apakah dari marabahaya atau dari api neraka? Apalagi yang dimaksudkan agar selamat natalnya. 

Sepertinya sangat lucu sekali ketika muslim menyelamati nasrani dalam menjalankan hari natal sedangkan dalam hatinya meyakini bahwa yang diselamati akan tidak selamat dari api neraka jahanam. 

Atau sebaiknya begini saja lah, kita ambil hanya pada sisi positifnya bahwa ketika mendengar seorang muslim memberikan ucapan selamat natal, mungkin maksudnya adalah agar kegiatannya itu berjalan lancar hingga pada malam harinya mereka semua umat nasrani bisa mendapat hidayah bahwa Tuhan adalah esa, Dia tempat bergantung, Tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.

Saya kira membalas omongan negatif dengan omongan negatif itu tidak efektif karena balasan yang spontan terjadi biasanya muncul dari emosi yang tidak dilandasi dengan fakta dan ilmu yang matang. Memandang semua hal buruk dari sisi positif itu lebih aman untuk kesehatan hati kita.

Sabtu, 17 Desember 2016

Bahwa saya sudah celaka, lalu?

Apa yang menjadi sebuah faktor penting dari kehidupan yang bahagia? Saya tidak begitu tau banyak, namun yang sedang saya pikirkan saat ini adalah rasa ikhlas terhadap apapun yang terjadi dan bersyukur. Saya sadari dekadensi dua faktor tadi sudah dimulai sejak kira-kira 4 tahunan yang lalu dan sangat terasa sekali dalam kehidupan saya saat ini. Katanya Nabi orang yang hari ini lebih baik adalah beruntung, kalo sama adalah merugi, terus jika lebih buruk adalah celaka. Jadi sudah sampai di kesimpulan bahwa saya sudah celaka.

Saya sadari bahwa ada yang tidak beres terhadap  kehidupan saya saat ini, terutama masalah kedisiplinan yang mengalami penurunan juga. Dampaknya langsung sangat terasa sekali akan kesehatan, terutama ketahanan tubuh. Contoh simple saja saat ini jadi sering sariawan, cepat setres, sering pusing karena dehidrasi (lupa minum), kulit mudah gatal karena debu, pilek  hidung tersumbat yang tidak kunjung sembuh, sakit punggung, susah konsentrasi. Kenapa itu semua bisa terjadi? Ternyata semua itu saya sendiri yang mengundangnya dengan mulai meninggalkan banyak amalan yang dulu saya lakukan, saat pagi dan sore hari.

Awalnya dulu saya sedikit maklumi karena waktu itu saya mendapat guncangan hebat pada persoalan hidup, yang pada akhir perkara waktu itu saya baru menyadari bahwa bersarnya guncangan itu pula merupakan perlindungan Allah, Tuhan semesta alam agar saya tidak terpeleset ke lubang kenistaan. Kesan itu tidak akan pernah bisa saya lupakan sedetikpun. Betapa susahnya menyelesaikan masalah dan betapa sulitnya menemukan beberapa orang ternyata menjaga saya dari kemungkinan perbuatan dosa besar. Seolah-olah kaki saya dipegang tidak bisa bergerak sewaktu saya ingin terjun bebas ke dalam jurang. Lalu kog ya kemudian tidak menjadi sarana bagi saya menuju ke tempat yang lebih baik malah saya menikmati kehancuran ini. Ini tanda bahwa rasa syukur mulai pudar dan secara kontan penyakit-penyakit mulai berdatangan. Ditambah pula dengan menurunnya intensitas amalan-amalan yang biasanya dilakukan hingga malah tidak pernah dilakukan sama sekali. Empat tahun ini saya benar-benar merasa celaka. Alhamdulillah, saya diingatkan oleh Allah akan amalan yang saya tinggalkan.

Sekarang nafas masih ada dan tubuh masih normal walaupun penyakit-penyakit kecil sering datang. Itu semua berarti asa masih ada dan kesempatan masih lebar, kenapa tidak saya manfaatkan. Ya, mulai detik ini saya akan manfaatkan. Yang lalu biarlah berlalu, matahari esok masih muncul di ufuk timur. Semburat jingga, masih menangkasa luas di tanah wetan. Lembayung senja menuju gelap semua akan berakhhir ketika semburat jingga bangkit.

Bathara Karang dan Jenglot adalah Boneka Buhul

Wawasan Umum bathara karang Cerita umum yang berkembang di masyarakat mengenai jenglot atau bathara karang adalah orang sakti jaman dahulu, ...