Kamis, 02 September 2021

Bathara Karang dan Jenglot adalah Boneka Buhul

Wawasan Umum bathara karang

Cerita umum yang berkembang di masyarakat mengenai jenglot atau bathara karang adalah orang sakti jaman dahulu, terkhusus yang memiliki ilmu hitam, ilmu karang yang kemudian tidak bisa mati atau tidak bisa dibunuh. 

Karena pada hakikatnya adalah manusia, pada ujung waktu nyawanya akan dicabut juga dan kemudian matilah dia. Walaupun begitu tubuhnya masih ada, tidak hancur menjadi tanah seperti manusia pada umumnya. 

Raganya dikubur namun bumi tidak menerimanya. Hingga bertahun-tahun bahkan berabad-abad, tubuhnya menyusut. Itulah yang sekarang ini kita mengenalnya dengan istilah jenglot atau bathara karang.

Jika membicarakan mengenai jenglot atau bathara karang, kita akan menemui banyak sekali pro dan kontra serta versi mengenai hakikat dari entitas tersebut.

Banyak orang meyakini bahwa jenglot atau bathara karang adalah sesosok manusia sakti jaman dahulu yang mengkerut dan menyusut dengan semakin bertambah tuanya dia.  


Beda Bathara Karang dan Jenglot

Secara pribadi saya pernah diberitahu mengenai jenglot ini oleh ayah saya yang jaman mudanya gemar akan hal mistis. Faktor darah memang biasa menjadi penyebab beberapa orang pernah atau sesekali tersenggol masalah mistis. Termasuk keluarga kami.

Menurut ayah saya bathara karang dan jenglot itu berbeda, namun jenisnya sama.

Yang membedakan secara kasat mata adalah dari bentuknya. Bathara karang biasanya memiliki ukuran yang kecil. Biasanya di bawah atau sama dengan 10 cm tingginya. Sedangkan jenglot memiliki ukuran yang lebih besar, lebih dari 10 cm.

Hal kedua yang membedakan namun secara tidak kasat mata adalah powernya. Dalam dunia mistis, power jin biasanya berbanding dengan umur jin itu. Bathara karang dipercaya memiliki umur yang lebih tua, sedangkan jenglot lebih muda. Dari situ maka kita bisa menarik kesimpulan, bathara karang lebih kuat daripada jenglot. 


Hakikat Bathara Karang dan Jenglot

Secara keilmuan logis dan religis umum saat ini, bathara karang dan jenglot sebenarnya hanyalah boneka biasa yang digunakan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia supranatural untuk melakukan kegiatan supranaturalnya. 

Hanya saja media untuk membuatnya menggunakan berbagai macam organ makhluk hidup, yang kemudian dibentuk sedemikian rupa, sehingga banyak orang mengira itu adalah manusia  mumi yang mengecil.

Amulet Kuman Thong atau Gumanthong adalah salah satu jimat dari negeri thailand yang berwujud bayi. Beberapa amulet itu bahkan ada yang dibuat dari janin bayi meninggal yang diproses sedemikian rupa sehingga terjadi mumifikasi. Jabang bayi itu akan mengkerut menjadi kecil dan kemudian dijadikan jimat pelindung.

Secara fungsi jenglot adalah sama dengan amulet dan buhul para penyihir atau dukun. Benda-benda itu menjadi wadah kekuatan bagi mereka. Di sini kekuatan itu menurut saya bersumber dari jin yang bekerja sama dengan mereka. 

Maka setiap sesajen yang mereka berikan, akan langsung dikucurkan pada fisik jenglot itu, yaitu darah segar. Tidak salah jika penelitian yang dilakukan beberapa ilmuwan itu menyebutkan bahwa ditemukan DNA manusia dalam jenglot. 


Konklusi

Semua keterangan yang ada ini hakikatnya menjadikan kita manusia yang lebih waspada dan tidak mudah tertipu oleh cerita palsu, karangan yang dibumbui dengan hal mistis. Namun sebagai manusia yang baik seyogyanya tidak menjadikannya olok-olok juga. Apalagi jika sudah berkaitan dengan budaya.

Seperti halnya yang dijelaskan oleh KGPAA. Mangkunagoro IV dalam Serat Wedhatamanya, adanya ilmu karang atau rekaan, yang dibisikkan oleh bangsa gaib.

Kekerane ngelmu karang,

Kekarangan saking bangsaning gaib,

Iku boreh paminipun,

Tan rumasuk ing jasad,

Amung aneng sanjabaning daging kulup,

Yen kapengkok pancabaya,

Upayane  mbalenjani.

 

Sabtu, 26 Juni 2021

Be Carefull for What Song You Sing

Setau saya mantra adalah sebuah kalimat yang diucapkan berulang-ulang kali yang merupakan kalimat permintaan atau pengagungan terhadap sesuatu. Dalam islam istilahnya adalah doa dan pengulangannya berarti penekanan terhadap hasrat dalam hatinya untuk mengagungkan atau memohon agar dikabulkan segala hajatnya.

Apakah ada hubungannya atau tidak namun saya kira hubungannya sangat erat antara rapalan doa atau mantra tadi terhadap kekuatan hati seseorang kalau kita membaca bukunya erbe sentanu mengenai quantum ikhlas. 
Gambar oleh Abbie Paulhus dari Pixabay

Saya juga teringat akan teori the law attraction yang pertama kali dulu saya baca di kaskus, yang kemudian memancing diri untuk meriset lebih dalam mengenainya, ada kedekatan antara perkataan dari harapan berulang yang dilakukan dengan sepenuh hati dengan rapalan mantra atau doa. 

Seperti menguatkan, sehingga yang awalnya hanya sebuah harapan kemudian bisa mewujud dengan cara yang tidak kita duga.

Jiwa manusia adalah hal yang goib bagi manusia namun setiap manusia yang beragama yakin di dalam dirinya ada jiwa yang menjadi jati diri manusia tersebut. Manusia bukanlah sekedar tubuh, setumpuk daging, melainkan tubuh itu adalah sarana. 

Jika sesederhana usaha tubuh manusia untuk mengaduk semen, membuat batu-bata, mengolah besi dan kayu dan menyusunnya kemudian kita dapati bahwa semua itu adalah sebuah usaha dan breng-brenggg rumah yang indah sudah jadi untuk kita tinggali. 

Itu adalah usaha yang bisa kita lihat dan amati karena terlihat, terdengar dan tersensori oleh indera manusia. Seolah-olah jika kita lihat jiwa kita bak raja yang hanya duduk manis menyuruh badan budak kita ini untuk bekerja keras banting tulang demi keinginan sang jiwa. 

Namun yang saya yakini jiwa kita sebenarnya juga bekerja dalam alam yang tidak kita ketahui. Alam quantum mungkin, entahlah. Sebuah alam yang mewujud kontan seperti ketika Allah berkata, kun fayakun, maka jadi lah apapun yang diinginkan, seperti itulah fungsi doa yang dipanjatkan. 

Orang biasa harus merapal doa itu untuk bisa masuk ke dalam jiwa sejatinya pada kadar keikhlasan yang tinggi, berbeda dengan para Nabi yang perkataannya langsung diijabah Tuhan. 

Dengan doa itu seolah-olah jiwa di alam itu sedang bekerja mengumpulkan dan menyiapkan segala macam hal untuk mewujud dalam dunia sesuai yang disediakan oleh Tuhan.

Maka tak ayal, lagu yang kita nyanyikan adalah salah satu wujud dari doa tak sadar kita. 

Sering kali kita mengalami penyakit lagu. Ketika kita memutar lagu kemudian kita dengar, maka dia akan menempel dalam memori kita hingga dalam keadaan hening pun, lagu itu masih terngiang di kepala kita.

Bagus kalau lagu itu berlirik bagus yang positif dan konstruktif. Namun jika lagu itu adalah melow, lagu galau, lagu cinta-cintaan, lagu beringas. Apa efek yang akan terjadi dengan kita dalam jangka panjang?

By the way, ini artikel adalah artikel draft dari tahun 2016, baru saya genapi hari ini.😅

Minggu, 29 Oktober 2017

Kebhinekaan Itu adalah ... Apa yaaa?

Beberapa waktu yang lalu di tivi-tivi dan media-media banyak tontonan yang berbicara soal kebhinekaan. Rawat kebhinekaan, jaga, lindungi bla-bla-bla. Saya jadi bingung. Ini yang salah mungkin pikiran saya sendiri. Kenapa rangorang malah menjadi seperti mengkhawatirkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Atau mungkin hanya tergiring opini saja kemudian latah memakai istilah yang menurut saya tidak tepat.

 Menurut saya bukan kebhinekaan yang harus dirawat, namun persatuan dan kemerdekaan dalam berpikir. Mengumbar kata "menjaga kebhinekaan" terus menerus menurut saya malah menjadikan mulut-mulut mereka itu sebagai alat tekan terhadap dogma bahwa mereka harus bhineka.

Indonesia adalah negara dengan jumlah pulau yang sangat banyak, suku sangat banyak, adat sangat banyak dan kebudayaan yang sangat banyak. Apakah semua itu tidak bhineka?  Jelas Bhineka. Bhineka atau perbedaan itu adalah naluriah manusia. Bhineka adalah keniscayaan, bahwa semua makhluk pasti tercipta berbeda dan mencipta budaya dan kebiasaan yang berbeda pula.

Kemerdekaan Indonesia bukan tercipta karena perbedaan, namun karena persatuan manusia-manusia yang berada di dalamnya yang menginginkan kemerdekaan secara bersama-sama. Keinginan bersatu itu tercetus pertama kali ketika sumpah pemuda, bahwa pemuda dari ambon, jong ambon, jong java, dan jong jong lainnya menetapkan bahwa bahasa satu, bangsa satu, tumpah darah satu, Indonesia sebagai sebuah objek perjuangan dan alat pemersatu. Ide utamanya adalah satu. Yang pada mulanya terpecah-pecah dan berjuang sendiri-sendiri, kemudian sepakan berjuang bareng-bareng, lalu jadilah negeri ini.

Saya menjadi gagal paham ketika kata-kata kebhinekaan itu sering diucapkan, terutama oleh pemerintah dan konco politiknya. Menurut saya sih cuma ingin mendiskreditkan kaum tertentu yang sering pake putih-putih itu. Kan hampir sama semua itu ya, pakaiannya putih-putih. Lalu si pemerintah ini bikin tandingan yaitu yang beda-beda. Untuk inilah saya sangat gagal paham sekali dengan jalan pikiran pemerintah, seolah-olah yang memberikan kritik dan menuntut sebuah keadilan adalah musuh. Kalo saya jadi presiden sih bakal saya rangkul semuanya.

Orang berkebudayaan, berpikir merdeka, dan berkeinginan sesuatu adalah sebuah keniscayaan. Mereka ingin sama atau ingin beda adalah kemerdekaan mereka. Budaya dan adat istiadat adalah juga hasil dari kemerdekaan yang dibikin oleh orang-orang terdahulu. Kalo misalnya kita hanya memakai budaya dan adat dari jaman baholak, membuatnya jadi paten dan tidak bisa diganti, itu tandanya bahwa kita manusia bodoh yang tidak bisa kreatif.

Seorang manusia yang dewasa, yang berilmu, pengetahuan dan bijak adalah menggunakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Jaman semakin berubah dan tidak mungkin manusia bisa meng-handle semuanya, maka muncullah keputusan mana yang harus dibawa dan mana yang harus ditinggalkan, termasuk kebudayaan. Tidak semua kebudayaan dan adat akan membawa kita ke tempat yang kita tuju, maka kita harus memilih dengan bijak, dengan cermat sesuai dengan ilmu kita mana yang harus kita bikin kadaluarsa dan mana yang yang tetap harus kita bawa.

Dasar negara kita adalah Pancasila, dan lambang negara kita adalah Garuda Pancasila. Dalam lambang negara itu tercantum kata "Bhineka Tunggal Ika". Semua orang sudah tau artinya. Sudah jelas juga kalimat itu, bhineka tunggal ika, bukan bhineka saja. Bhineka adalah keniscayaan sedangkan Tunggal Ika adalah pilihan. Seharusnya yang dirawat, dijaga adalah Tunggal Ika, karena Bhineka tak usah disuruh dan dipaksa semuanya juga sudah Bhineka.  Justru pertanyaannya, kenapa kau minta kami selalu Bhineka? Apa kau ingin kami berbeda terus dan membuang persamaan di antara kami? 

Bathara Karang dan Jenglot adalah Boneka Buhul

Wawasan Umum bathara karang Cerita umum yang berkembang di masyarakat mengenai jenglot atau bathara karang adalah orang sakti jaman dahulu, ...