Minggu, 29 Oktober 2017

Kebhinekaan Itu adalah ... Apa yaaa?

Beberapa waktu yang lalu di tivi-tivi dan media-media banyak tontonan yang berbicara soal kebhinekaan. Rawat kebhinekaan, jaga, lindungi bla-bla-bla. Saya jadi bingung. Ini yang salah mungkin pikiran saya sendiri. Kenapa rangorang malah menjadi seperti mengkhawatirkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Atau mungkin hanya tergiring opini saja kemudian latah memakai istilah yang menurut saya tidak tepat.

 Menurut saya bukan kebhinekaan yang harus dirawat, namun persatuan dan kemerdekaan dalam berpikir. Mengumbar kata "menjaga kebhinekaan" terus menerus menurut saya malah menjadikan mulut-mulut mereka itu sebagai alat tekan terhadap dogma bahwa mereka harus bhineka.

Indonesia adalah negara dengan jumlah pulau yang sangat banyak, suku sangat banyak, adat sangat banyak dan kebudayaan yang sangat banyak. Apakah semua itu tidak bhineka?  Jelas Bhineka. Bhineka atau perbedaan itu adalah naluriah manusia. Bhineka adalah keniscayaan, bahwa semua makhluk pasti tercipta berbeda dan mencipta budaya dan kebiasaan yang berbeda pula.

Kemerdekaan Indonesia bukan tercipta karena perbedaan, namun karena persatuan manusia-manusia yang berada di dalamnya yang menginginkan kemerdekaan secara bersama-sama. Keinginan bersatu itu tercetus pertama kali ketika sumpah pemuda, bahwa pemuda dari ambon, jong ambon, jong java, dan jong jong lainnya menetapkan bahwa bahasa satu, bangsa satu, tumpah darah satu, Indonesia sebagai sebuah objek perjuangan dan alat pemersatu. Ide utamanya adalah satu. Yang pada mulanya terpecah-pecah dan berjuang sendiri-sendiri, kemudian sepakan berjuang bareng-bareng, lalu jadilah negeri ini.

Saya menjadi gagal paham ketika kata-kata kebhinekaan itu sering diucapkan, terutama oleh pemerintah dan konco politiknya. Menurut saya sih cuma ingin mendiskreditkan kaum tertentu yang sering pake putih-putih itu. Kan hampir sama semua itu ya, pakaiannya putih-putih. Lalu si pemerintah ini bikin tandingan yaitu yang beda-beda. Untuk inilah saya sangat gagal paham sekali dengan jalan pikiran pemerintah, seolah-olah yang memberikan kritik dan menuntut sebuah keadilan adalah musuh. Kalo saya jadi presiden sih bakal saya rangkul semuanya.

Orang berkebudayaan, berpikir merdeka, dan berkeinginan sesuatu adalah sebuah keniscayaan. Mereka ingin sama atau ingin beda adalah kemerdekaan mereka. Budaya dan adat istiadat adalah juga hasil dari kemerdekaan yang dibikin oleh orang-orang terdahulu. Kalo misalnya kita hanya memakai budaya dan adat dari jaman baholak, membuatnya jadi paten dan tidak bisa diganti, itu tandanya bahwa kita manusia bodoh yang tidak bisa kreatif.

Seorang manusia yang dewasa, yang berilmu, pengetahuan dan bijak adalah menggunakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Jaman semakin berubah dan tidak mungkin manusia bisa meng-handle semuanya, maka muncullah keputusan mana yang harus dibawa dan mana yang harus ditinggalkan, termasuk kebudayaan. Tidak semua kebudayaan dan adat akan membawa kita ke tempat yang kita tuju, maka kita harus memilih dengan bijak, dengan cermat sesuai dengan ilmu kita mana yang harus kita bikin kadaluarsa dan mana yang yang tetap harus kita bawa.

Dasar negara kita adalah Pancasila, dan lambang negara kita adalah Garuda Pancasila. Dalam lambang negara itu tercantum kata "Bhineka Tunggal Ika". Semua orang sudah tau artinya. Sudah jelas juga kalimat itu, bhineka tunggal ika, bukan bhineka saja. Bhineka adalah keniscayaan sedangkan Tunggal Ika adalah pilihan. Seharusnya yang dirawat, dijaga adalah Tunggal Ika, karena Bhineka tak usah disuruh dan dipaksa semuanya juga sudah Bhineka.  Justru pertanyaannya, kenapa kau minta kami selalu Bhineka? Apa kau ingin kami berbeda terus dan membuang persamaan di antara kami? 

Sabtu, 28 Oktober 2017

Radikalisme Nasionalisme

gambar pejuang bertombak bambu
sumber gambar : kabarin.co
Saya merasa gerah mendengar opini-opini yang dibuat oleh pemerintahan sekarang ini beserta segenap kroni-kroninya, serta organisasi-organisasi yang sebenarnya adalah sayap politik dari yang berkuasa saat ini, tetapi ngaku sebagai independen walaupun sebenarnya nyata afiliasi dari pendukung pemerintah.

Bersliweran kata-kata radikalisme didengungkan, dengan harapan apa? Apakah memang sebagai dalih dari kegagalan pemerintahannya, karena hutang membengkak dan isu radikalisme menjadi sebuah senjata yang ampuh untuk meredamnya. Atau sebenarnya tidak demikian? Karena yang selalu bertanya-tanya mengenai hal radikalisme dan mengulang-ulang rekaman kata radikalime tersebut adalah media pers tertentu itu.

Kata atau istilah radikalisme menjadi domba hitam yang sangat mudah sekali untuk dihembuskan, padahal tidak jelas mana yang disebut sebagai radikal. Namun semua orang sudah mengerti maksudnya, bahwa siapa lagi selama ini yang vokal terhadap gerak dan kebijakan pemerintah selain umat islam. Lucu, yang mengaku sebagai pihak pemerinta juga mengaku islam, namun menunjuk pula saudaranya sebagai pelaku radikal.

Apalagi dengan dibawanya perpu ormas menjadi undang-undang dengan cara voting. Pengambilan keputusan dengan cara voting adalah suatu tindakan yang nyata-nyata sebagai tindakan pengkerdilan pancasila ke empat. Masing-masing pihak ngotot dengan pendapatnya tanpa mau menerima dan membahas sedikit pun pendapat dari pihak lain. Sebuah contoh yang langsung dihadapkan pada rakyat.

Radikalisme menurut KBBI ada tiga pengertian. Pertama, radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang radikal dalam politik. Kedua, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Yang terakhir, radikalisme adalah sikap ekstrem dalam aliran politik. Saya simpulkan bahwa radikalisme adalah aliran atau paham dalam politik yang bersifat keras yang menginginkan perubahan atau pembaharuan dalam hal sosial dan politik secara drastis atau cepat.

Kalau banyak yang mengutuk tentang radikalisme ini saya justru merasa "gagal paham". Susah dibayangkan jika para leluhur kita, para pahlawan nasional jaman dahulu tidak memiliki paham radikalisme. Radikalisme adalah satu-satunya jalan bagi pejuang untuk membebaskan dirinya juga dari sikap dan sebuah kebijakan yang radikal. Yang menjadi catatan penting adalah--apakah radikalisme itu berniat jahat dengan cara jahat atau sebaliknya.

Radikalisme itu bak pedang, bisa untuk menusuk ke musuh atau malah ke perutnya sendiri. Lalu jika kulitnya sendiri tergores pedang, apakah lantas yang salah adalah pedangnya? Justru radikalisme jaman revolusi adalah bukti bahwa dia merupakan nasionalis. Nasionalisme, paham atau aliran yang mencintai negerinya, tanah airnya. Apakah ada orang yang tidak radikal jika tanahnya, hartanya, airnya dijajah dan diperkosa oleh kaum penjajah, lantas mereka membagi-bagi kita menjadi golongan-proletar dan priyayi. Ataukan seperti kaum liberalis dan kapitalis yang menjadikan sebagian kaum bos, kaum tuan tanah dan sisanya adalah kaum jongos yang menjadi keset. Apakah orang-orang seperti itu akan berubah akalnya menjadi jinak hanya dengan meja negoisasi?

Tugas pemerintah seyogyanya adalah mendidik masyarakat, termasuk semua media pers nasional maupun lokal. Kegaduhan dan kekisruhan politik adalah bahan utama dari hidupnya pers, yang tanpa disadari adalah sebuah kelemahan dari demokrasi. Semua orang memang setara, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah; namun emas, mutiara dan kerikil itu memang berbeda. Menyamakan antara kerikil dan emas adalah kesalahan dari sebuah demokrasi.

Tidak semua hal harus diketahui khalayak umum karena tidak semuanya adalah emas atau mesin modern mutakhir yang bisa menyaring air comberan menjadi air bersih sehingga sehat untuk diminum. Kebanyakan orang disuapi comberan secara langsung secara radikal oleh lembaga yang dinamakan pers, padahal pers juga berkewajiban mengedukasi masyarakat.

Parahnya, dengan media informasi, internet, media sosial yang demikian masif seolah-olah menduplikasi dan men-scaling up jumlah sedotan untuk dicocokkan pada bibir masyarakat untuk menyedot comberan yang berisi kotoran, bakteri dan virus penyakit. Lalu tugas pemerintah kemana saja selama ini?  

Tetapi terkadang geli juga jika kita selalu menyalahkan pemerintah, padahal pemerintah tidak hanya pada tataran presiden ke bawah selaku eksekutif. Ada lembaga lain yang bersifat yudikatif dan legislatif yang lebih besar lagi pengaruh dan tanggung jawabnya.

Framing adalah sebuah metode untuk memasukkan opini pada sebuah fakta yang dilakukan dengan menonjolkan satu atau beberapa bagian yang sesuai dengan opini si pembuat berita. Contohnya adalah membuat judul yang "waw" "cetar" agar pembaca tertarik yang kemudian diberi tanda tanya, padahal di dalam tulisan kontra. Cara ini cukup efektif karena banyak orang hanya ingin instan, baca judulnya saja.

Katanya "masyarakat sekarang sudah cerdas!", ya, memang. Semua ilmu dan informasi pengetahuan adalah gizi yang bagus bagi pertumbuhan masyarakat, namun banyak yang kemproh dan nggragas hingga comberan juga diminum. Makanan bergizi masuk namun penyakit juga masuk. Tinggal tunggu saja tanggal mainnya, kapan gejala stroke itu akan menyerang. Ketika pembuluh sudah tersumbat, bahkan pecah, atau kemudian sakit komplikasi, maka usiah sudah akan habis.



Bathara Karang dan Jenglot adalah Boneka Buhul

Wawasan Umum bathara karang Cerita umum yang berkembang di masyarakat mengenai jenglot atau bathara karang adalah orang sakti jaman dahulu, ...